Ada pameo yang mengatakan, di masa pubertas inilah, biasanya anak masih akan merasa 'dunia ini aman-aman saja'. Karena pengalaman yang masih sedikit, mereka belum menemukan berbagai bahaya yang mungkin membayangi mereka dalam perjalanan hidup mereka. Kesadaran akan hal inilah yang membuat sebagian orangtua cenderung overprotektif. Walaupun sebenarnya protektif boleh saja dilakukan orangtua, asalkan pertimbangkan juga dengan baik dampak suatu larangan pada anak agar ia tetap bisa mandiri.
Sumber: Unsplash.com
Walau terlihat masih kecil, ternyata mereka mulai butuh privasi lho, Moms. Berikan mereka waktu sendiri. Tapi ingat, berikan kepercayaan pada mereka untuk melakukan hal baik dan tidak melanggar norma ketika sendiri. Beri tahu mereka hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat sendiri beserta alasan yang rasional dan jelas agar mereka tidak merasa dikecewakan karena ternyata saat mendapatkan hal yang sudah lama diinginkan oleh anak, tapi malah dilarang orangtuanya karena kurangnya komunikasi yang baik di keluarga.
Mereka kini bukan anak yang hobi bermain permainan sederhana. Pada tahap remaja, si kecil sudah mulai bisa membuat suatu karya baru lho, Moms. Dukunglah mereka sesuai dengan kemampuan finansial Moms. Bila belum bisa mewujudkannya dalam waktu dekat, minimal, dengarkan mereka ketika mengungkapkan idenya. Jika Moms rasa ada yang kurang tepat, koreksi dengan baik tanpa menjatuhkan harga diri mereka.
Sebagai anak yang mulai tumbuh menjadi dewasa kecil, ajaklah mereka berdiskusi tentang fenomena dunia, minimal yang sama-sama dilihat di sosial media atau televisi. Jika mereka bertanya, jangan tanggapi dengan heboh. Misal, salah satu kasus populer yang harus diketahui remaja dan orangtuanya adalah darurat pendidikan seks.
Saat mengajari seks pada anak, biasanya mereka akan bertanya lebih rinci atau memberikan pertanyaan yang tak terduga akibat apa yang didengarnya di pergaulannya. Namun ingatlah, Moms adalah tempat bertanya yang lebih baik daripada Google. Jika Moms tidak mampu menjawab, dampingi ia mencari informasi berdua. Jangan biarkan ia mencarinya sendiri, berdiskusi secara terbuka akan membuka wawasan mereka dari sisi yang lebih bijak.
Sumber: Unsplash.com
Selain kemampuan kognitif, Moms bisa mulai melatih softskill mereka. Softskill yang dianjurkan untuk dilatih adalah kemampuan komunikasi, kemampuan mendengarkan, kejujuran, dan kemampuan empati. Remaja yang tumbuh dengan setidaknya empat kualitas tersebut dapat menjadi orang yang lebih sukses di masa depan. Keempat kualitas ini adalah sifat yang membuat seseorang dapat dipercaya tanpa membuat ia merasa tertekan.
Masa remaja adalah masa yang sangat tepat untuk menanamkan kecintaan pada Sang Pencipta. Anak mungkin bukan lagi mereka yang bisa didoktrin. Saat ini mereka berada dalam tahap belajar yang lebih advanced. Moms bisa mengajak mereka diskusi, menjelaskan mereka tentang kuasa Tuhan dan maksud dari suatu perintah, larangan, dan hikmah. Dengan begitu, si kecil akan menjadi lebih religius dan patuh kepada perintah Tuhannya dengan potensi tersesat yang minim di kemudian hari.
Remaja masa kini mudah terpapar dengan paham atau ragam hal aneh karena mudahnya akses informasi. Seringkali informasi ini luput dari proteksi kita sehingga anak terlanjur mengetahuinya. Untuk melindungi anak, jangan larang anak untuk mengeksplorasi. Temani mereka karena di tangan Moms dan Dads, informasi yang akurat mengenai realita ada. Maka dari itu, sebelum hal ini terjadi, sebaiknya Moms dan Dads update dengan kondisi kekinian, ya!
Setelah mengenal karakter remaja usia awal dan cara mendidiknya, apakah Moms tergugah untuk memperbaiki cara asuh pada si kecil? Jika Moms terinspirasi dan memiliki pandangan lainnya yang juga positif, yuk share di kolom komentar!