Tibanya bulan Ramadhan kali ini memberikan semangat kepada seluruh kaum muslimin, tak terkecuali bagi Moms yang masih menyusui si kecil namun ingin ikut berpuasa. Walaupun sedang menyusui, segala kondisi yang dialami tidak akan menghalangi niat Moms untuk berpuasa di tahun ini, bukan? Di sisi lain, pasti ada diantara Moms yang masih memiliki berbagai kekhawatiran. Diantaranya seperti ketakutan berkurangnya produksi ASI sehingga bayi sakit.
Bahkan, ada juga sebagian Moms yang takut apabila berpuasa bisa akan batal ketika menyusui karena ada cairan tubuh yang keluar dalam bentuk ASI. Apakah Moms salah satunya? Maka dari itu, di dalam artikel ini, Happinest Indonesia akan membahas hukum puasa bagi wanita yang menyusui dalam sudut pandang hukum Islam. Semoga bisa membantu menghilangkan kebingungan dan kegelisahan hati Moms, ya.
Sumber: Pexels.com/Dominika Roseclay
Pasti banyak diantara Moms yang bertanya-tanya, apakah menyusui membatalkan puasa? Adakah yang masih takut dan memiliki anggapan tersebut? Keep calm Moms, jangan khawatir. Menyusui bukan termasuk salah satu hal yang membatalkan puasa kok. Jadi Moms tetap dapat menyusui bahkan ketika berpuasa selama hal tersebut dalam persetujuan dokter.
Yang harus Moms perhatikan adalah apakah menyusui membuat Moms kurang sehat, atau apakah terdapat gejala dehidrasi pada bayi? Jika iya, maka sebaiknya Moms membatalkan puasa untuk memulihkan kondisi tubuh Moms dan menghidrasi kembali tubuh sang bayi. Karenanya akan lebih baik jika Moms mengetahui kebutuhan ASI bayi terlebih dahulu.
Sumber: Pexels.com/Rawpixel.com
Dalam setiap ibadah umat Muslim, keringanan selalu diberikan kepada hambaNya yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan ibadah tersebut. Misalkan, bagi orang yang mau wudhu dan tidak menemukan air dapat melakukan tayammum. Bagi yang sedang bepergian dapat melakukan shalat di atas kendaraan sambil duduk. Termasuk bagi ibu hamil dan menyusui, dalam beribadah puasa pun ada banyak keringanan sebenarnya.
Dalam menjawab pertanyaan wajib tidaknya ibu menyusui berpuasa, ada 3 kategori hukum berdasarkan ilmu syariat Islam nih Moms. Tiga kondisi ini hadir dari kekhawatiran yang terjadi di masyarakat, dan simpulan dari berbagai kondisi fisik Moms saat hamil dan menyusui. Pendapat ulama fiqh berikut dapat Moms simak dan ikuti menyesuaikan dengan kondisi Moms.
“Untuk mengetahui apakah puasa tersebut bisa membahayakan (bagi dirinya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja) bisa melalui kebiasaan sebelum-sebelumnya, keterangan dokter yang terpecaya, atau dengan dugaan yang kuat.” (As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Kairo-Fath al-I’lam al-‘Arabi, 2001, juz, 2, h.373)
Tiga kondisi ibu menyusui berpuasa yang pertama adalah ibu yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa karena khawatir dengan dirinya dan anaknya. Pada kondisi ini, Moms merasakan bahwa jika Moms berpuasa maka akan berdampak negatif bagi kesehatan Moms dan bayi. Kedua, pada ibu yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa karena khawatir dengan dirinya. Ketiga, ibu yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa karena khawatir dengan anaknya. Di masing-masing kategori, ada caranya sendiri untuk mengganti puasa lho Moms!
Sumber: Pexels.com/Josh Willink
Bagi kategori ini diwajibkan untuk mengganti puasa di hari lain atau dikenal dengan istilah qadha puasa. Wajib untuk diganti dikala kondisi Moms dan bayi sudah memungkinkan untuk puasa, dan diganti sesuai jumlah hari yang dibatalkan. Tidak harus dilakukan secara berturut-turut, Moms dapat melaksanakannya semampu Moms.
Adapun dalil qadha ini diperoleh dari pendapat ulama berdasarkan Al Qur’an dan sunnah. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, 'Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).'” (al-Majmu’: 6/177, dikutip dari Muslimah.or.id)
Jadi, selalu ukur ya kemampuan Moms, tidak perlu memaksakan diri untuk berpuasa bila memang terdapat kondisi yang kurang memungkinkan. Kesehatan Moms dan si kecil tetap yang paling utama. Qadha adalah jawaban dari Moms yang tetap ingin mengganti ibadah puasa yang terlewatnya saat masa menyusui si kecil.
Sumber: Unsplash.com/Peter Hershey
Senada dengan kondisi sebelumnya, Moms dikenai qadha karena dianalogikan dalam kategori "sakit" pada dalil berikut.
“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah[2]:184)
Bahkan, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394)
Bila memang Moms berada di dalam kondisi seperti ini, jangan paksakan diri sendiri ya Moms. Siapkan waktu Qadha apabila Moms sudah merasa lebih sehat.
Sumber: Unsplash.com/Jenna Norman
Sebenarnya dalam kondisi ini terdapat beberapa pendapat ulama, Moms. Hal ini disebabkan oleh kondisi Moms yang sebenarnya bisa berpuasa. Jika dilandasi rasa khawatir saja, maka tidak ada alasan untuk tidak berpuasa, Moms. Tapi jika telah terbukti secara klinis bahwa akan ada bahaya pada si kecil, maka boleh bagi ibu menyusui tidak berpuasa.
Pendapat pertama dari Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahullah yaitu melakukan qadha. Menurut beliau, kondisi ini sama seperti dua kondisi sebelumnya. Wanita hamil atau menyusui dianalogikan statusnya seperti orang sakit. Sementara, pendapat kedua dari Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah, yaitu bayar fidyah saja. Satu hari yang ditinggalkan akan dikenai fidyah sebesar 1 Mud. 1 Mud dikonversi sebagai 7 ons. Fidyah boleh diberikan kepada satu orang miskin atau diberikan ke beberapa orang miskin atau fakir.
Dalill yang digunakan yaitu ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah adalah, “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)
Dalil diatas diperkuat perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud) dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih).
Pendapat ketiga menyatakan bahwa ibu dikenai kewajiban qadha dan fidyah sekaligus. Para ulama berpendapat qadha tetap wajib karena perintah qadha tidak ada penggugurnya dan fidyah jadi wajib karena QS. Al Baqarah ayat 184 tadi bersifat umum. Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil).
Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”
Demikian penjelasan singkat mengenai bolehkah ibu menyusui berpuasa, dan dalil-dalil yang terkait. Semoga bisa menjawab kekhawatiran Moms, ya. Jika Moms tahu beberapa dalil lainnya mengenai hukum puasa bagi wanita menyusui, yuk share di kolom komentar! Selamat menjalankan ibadah puasa, Moms!